Minggu, 25 Oktober 2015

# ujian kenikmatan [jejak 7]

UJIAN KENIKMATAN

K
etika terbiasa hidup serba dalam kekurangan material, menjalani kehidupan itu sepertinya enteng-enteng saja. Sepertinya semua telah menjadi maklum adanya. Begitupun nuansa ruhiyah dalam mensikapi keimanan. Nampaknya berbanding lurus dengan ujian material ini, artinya sama dan tak berbeda apa yang dirasa dan dialaminya. Ruhiyah yang miskin seolah menjadi santapan kehidupan yang menjadi maklum adanya, nuansa permisif menjadi hal yang lumrah. Tapi benarkah hal itu semua, dan harus dipertahankan ketika Allah memberikan sedikit kelebihan sesudahnya akan kenikmatan kehidupan ruhiyah,  nuansa permisif masih harus dipertahankan.

Disinilah benang merah sebuah perubahan yang harusnya lebih cermat untuk disikapi. Kebiasaan hidup dengan segala permisif bukanlah hal yang harus terus dipertahankan. Saatnya harus diubah maindset tersebut menjadi kehidupan yang lebih progresif dalam menjalani kehidupan ruhiyah, sebagai perimbangan akan nikmat Allah yang telah bertambah.

Kelalaian akan mensikapi penambahan yang telah Allah berikan ini akan menjadi bumerang dan sekali gus menjadi alat aborsi do’a sebagaimana yang selalu dan sering diminta agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Idealnya keberanian pengambilan sikap akan perubahan yang telah terjadi didalam diri adalah prioritas utama dalam menjalani hidup selanjutnya. Tidak ada lagi pembenar akan permisifitas kehidupan sebelumnya untuk terus dipertahankan.

Sikap primitif permisifitas tersebut adalah barang kuno yang harus dibuang jauh-jauh dari kehidupan yang modern saat ini. Alur hidup sekarang telah mengajakanya pada sebuah keterbukaan yang lebih luas dengan dengan cakrawala yang telah dibekali Allah. Haruslah disikapi dengan perimbangan yang sepadan.

Kegagalan kehidupan dalam perimbangan inilah yang sering menjadi momok pahit dalam kehidupan, kegagalan beruntun seolah tak berujung, menjadi mimpi buruk disiang hari, yang seharusnya bergerak lebih cepat dan dinamis tapi masih jalan ditempat mengurusi hal-hal yang tak seharusnya dipertahankan.

Allah maha bijak dan maha sayang terhadap hambanya yang benar-benar tulus menginginkan sebuah perubahan besar. Tak ada yang dapat memberi sesuatu yang telah Allah tahan, dan tak ada yang dapat menahan sesuatu apa Allah beri, DIA berkehendak memberikan sesuatu pada hamba yang dikendakinya. Tapi ingat pemberian yang dikehendaki itu tidaklah sembarang ia berikan, ada sebuah proses panjang yang menajdi para meter kepantasan pemberian itu DIA berikan.

Bermimpi berjumpa dengan Rosulullah adalah impian setiap manusia, setiap manusia berharap bisa melihat Rosulnya. Beruntung bagi mereka yang telah hidup dizamannya, tapi bagi yang hidup dizaman sekarang sebuah keniscayaan bila dan hal mustahil bila bisa berjumpa dengannya.

Melalui sarana mimpi itu Allah menjembataninya, dan diperkuat oleh dalil hadis yang membenarkannya akan mimpi berjumpa dengan Rosulullah. Maka sebuah karunia yang teramat besar bila diberi kenikmatan berkesempatan berjumpa dengan Rosulullah meski hanya dalam mimpi.

Kembali kepada pimikiran semua diatas, kini yang harus disiapkan adalah sikap perubahan mental dan fisik dalam mensikapi perubahan tersebut, sebuah perubahan nikmat Allah  yang besar, yang tidak semua orang diberi kenikmatan besar itu.

Kini saatnya menjaga nikmat besar tersebut dengan kesyukuran yang teramat tinggi, agar terus bertambah nikmat tersebut, dengan cara mensikapinya secara benar dan postif dengan dasar keilmuan, dan keimanan serta mengikuti Rosul (Itiba).

Ketika perubahan sikap itu terjadi, maka lihat saja ada keajaiban besar lagi yang akan  terus mengiringinya sesudah kesyukuran itu diekspresikan dengan benar. Akhirnya haya berserah diri dan istiqomah saja dengan penuh sikap optimistik, menjadi kehidipan baru yang lebih mampan itu akan terlaksana, Bismillah dengan namamu ya Allah kehidupan baru ini dimulai sekrang.


0 komentar:

Posting Komentar

# ujian kenikmatan [jejak 7]

| |

UJIAN KENIKMATAN

K
etika terbiasa hidup serba dalam kekurangan material, menjalani kehidupan itu sepertinya enteng-enteng saja. Sepertinya semua telah menjadi maklum adanya. Begitupun nuansa ruhiyah dalam mensikapi keimanan. Nampaknya berbanding lurus dengan ujian material ini, artinya sama dan tak berbeda apa yang dirasa dan dialaminya. Ruhiyah yang miskin seolah menjadi santapan kehidupan yang menjadi maklum adanya, nuansa permisif menjadi hal yang lumrah. Tapi benarkah hal itu semua, dan harus dipertahankan ketika Allah memberikan sedikit kelebihan sesudahnya akan kenikmatan kehidupan ruhiyah,  nuansa permisif masih harus dipertahankan.

Disinilah benang merah sebuah perubahan yang harusnya lebih cermat untuk disikapi. Kebiasaan hidup dengan segala permisif bukanlah hal yang harus terus dipertahankan. Saatnya harus diubah maindset tersebut menjadi kehidupan yang lebih progresif dalam menjalani kehidupan ruhiyah, sebagai perimbangan akan nikmat Allah yang telah bertambah.

Kelalaian akan mensikapi penambahan yang telah Allah berikan ini akan menjadi bumerang dan sekali gus menjadi alat aborsi do’a sebagaimana yang selalu dan sering diminta agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Idealnya keberanian pengambilan sikap akan perubahan yang telah terjadi didalam diri adalah prioritas utama dalam menjalani hidup selanjutnya. Tidak ada lagi pembenar akan permisifitas kehidupan sebelumnya untuk terus dipertahankan.

Sikap primitif permisifitas tersebut adalah barang kuno yang harus dibuang jauh-jauh dari kehidupan yang modern saat ini. Alur hidup sekarang telah mengajakanya pada sebuah keterbukaan yang lebih luas dengan dengan cakrawala yang telah dibekali Allah. Haruslah disikapi dengan perimbangan yang sepadan.

Kegagalan kehidupan dalam perimbangan inilah yang sering menjadi momok pahit dalam kehidupan, kegagalan beruntun seolah tak berujung, menjadi mimpi buruk disiang hari, yang seharusnya bergerak lebih cepat dan dinamis tapi masih jalan ditempat mengurusi hal-hal yang tak seharusnya dipertahankan.

Allah maha bijak dan maha sayang terhadap hambanya yang benar-benar tulus menginginkan sebuah perubahan besar. Tak ada yang dapat memberi sesuatu yang telah Allah tahan, dan tak ada yang dapat menahan sesuatu apa Allah beri, DIA berkehendak memberikan sesuatu pada hamba yang dikendakinya. Tapi ingat pemberian yang dikehendaki itu tidaklah sembarang ia berikan, ada sebuah proses panjang yang menajdi para meter kepantasan pemberian itu DIA berikan.

Bermimpi berjumpa dengan Rosulullah adalah impian setiap manusia, setiap manusia berharap bisa melihat Rosulnya. Beruntung bagi mereka yang telah hidup dizamannya, tapi bagi yang hidup dizaman sekarang sebuah keniscayaan bila dan hal mustahil bila bisa berjumpa dengannya.

Melalui sarana mimpi itu Allah menjembataninya, dan diperkuat oleh dalil hadis yang membenarkannya akan mimpi berjumpa dengan Rosulullah. Maka sebuah karunia yang teramat besar bila diberi kenikmatan berkesempatan berjumpa dengan Rosulullah meski hanya dalam mimpi.

Kembali kepada pimikiran semua diatas, kini yang harus disiapkan adalah sikap perubahan mental dan fisik dalam mensikapi perubahan tersebut, sebuah perubahan nikmat Allah  yang besar, yang tidak semua orang diberi kenikmatan besar itu.

Kini saatnya menjaga nikmat besar tersebut dengan kesyukuran yang teramat tinggi, agar terus bertambah nikmat tersebut, dengan cara mensikapinya secara benar dan postif dengan dasar keilmuan, dan keimanan serta mengikuti Rosul (Itiba).

Ketika perubahan sikap itu terjadi, maka lihat saja ada keajaiban besar lagi yang akan  terus mengiringinya sesudah kesyukuran itu diekspresikan dengan benar. Akhirnya haya berserah diri dan istiqomah saja dengan penuh sikap optimistik, menjadi kehidipan baru yang lebih mampan itu akan terlaksana, Bismillah dengan namamu ya Allah kehidupan baru ini dimulai sekrang.


0 komentar:

Posting Komentar

.