Minggu, 25 Oktober 2015

Safety first-BARBAR VS BARBIE-Mohamad Rowi

BARBAR VS BARBIE

Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen ‘Tertib, Aman, dan Selamat Bersepeda Motor di Jalan.’ #SafetyFirst Diselenggarakan oleh Yayasan Astra-Hoda Motor dan Nulisbuku.com

Matanya nanar, mulutnya sedikit dimonyong-moyongkan, dan dengan wajah masam Parjo mengerutu sendiri, setiap kali melintas di trafic light. Sesekali emosinya membuncah terhadap para pengendara yang menyerobot garis zebra cross. Sarana yang sedianya digunakan untuk para penyeberang jalan itu nyaris tak terlihat garis-garisnya, karena tertutup rapat oleh para pengendara.

“Barbar !!!  Dasar wong gemblung!!! Ora bisa tertib….” Sambil menyeberang jalan, celotehnya dilemparkan kepada para pengendara yang mengabaikan tanpa mengedepankan adab berkendaraan dan tata tertib berlalulintas.

Pemandangan ini menjadi hiasan mata yang tak sedap dan tak diinginkan bagi Parjo yang sehari-harinya  menggunakan moda transportasi communter line, selanjutnya berjalan kaki dari stasiun dengan menyeberangi beberapa zebra cross untuk mengapai  tempat kerjanya. Parjo tidak bernasib sendiri,  hampir setiap pejalan kaki yang ingin menyeberangi melalui zebra cross, selalu senasib dengannya.

Lain ceritanya dengan Susi, yang setiap hari mengendarai Motor Matic, pergi dan pulang ketempat kerjanya,  kendaraan itu menjadi teman hidup dalam keselamatan dijalan. Susi dan Parjo adalah dua insan berbeda dalam menggunakan moda transportasi, tapi satu tujuan dalam mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya, mereka berada dalam satu atap diperusahaan BUMN  tempat mereka bekerja.

Sebagai kuli pemerintah yang telah mengabdi puluhan tahun mereka tak bosan-bosannya menyoal masalah kesemerawutan kendaraan dijalan. Meski bukan kapasitas mereka mengupas permasalahan dijalan yang semakin hari semakin kusut. Tetapi karena kepedulian mereka terhadap keselamatan bagi semua pengendara itu yang mendorong mereka sering sharing sesama teman sekerja, membicarakan permasalahan lalulintas, layaknya seorang ahli transportasi jebolan perguruan tinggi keren.

“Sus enaknya tuh di apakan yah, kalo pengendara menutup zebra cross…? Mereka seenaknya sendiri,  berhenti di garis zebra cross, itukan mengganggu dan merampas hak pengguna jalan, khusunya para pejalan kaki…seperti aku….” Parjo memulai pembicaraannya dengan Susi di pagi hari saat  meja kerja mereka belum terisi dengan tumpukkan lembar kerja.

“Kalo aku jadi Polisi Mas… Sudah aku tilangin semua, ngga peduli mau ada program operasi zebra ataupun tidak… pokoke kaga ada ampun buat mereka…”  Susi bersemangat menimpali celoteh Parjo yang memancing semangat pagi itu.

“Lah…Sampean  sendiri kalo pas berada di trafic light, berhentinya dimana…?” Parjo menyentil dengan celotean konyol.

“Mas…Aku sadar diri, aku ini kan wanita cantik seperti Barbie, masa sih orang secantik Aku mau berhenti ditempat yang mengganggu pengguna jalan yang lain…”Sahut Susi sambil memuji diri.

Owh…. Sampean cantik kaya Barbie toh…”

“Ya..iya..lah…Barbie itu punya adab Mas, kalo Mereka itu Barbar, alias pengendara yang engga punya adab…”

“Harusnya tuh para pengendara Barbar itu ditilang lalu diberi pengarahan yang jelas akan keselamatan berkendaraan, Polisi punya tanggungjawab terhadap tugasnya, yang ngga Cuma mengatur lalulintas, tapi lebih dari itu, menyadarkan para pengendara Barbar itu Mas…”
“Masalahnya pelaku pelanggaran alias pengendara Barbar itu jumlahnya tidak sedikit loh jeung…”

Belum usai pembicaraan mereka yang mulai memanas, setumpuk agenda kerja sudah datang dari rekan kerja yang lain, sehingga pembicaran hangat tersebut terputus.

“Oke deh Mas…nanti kita sambung lagi…kerjaanku numpuk banget hari ini…” Tutup Susi menyudahi pembicaraannya.

“Ok!! Barbie…inget yah, tertib dijalan biasanya juga tertib dalam bekerja…”Parjo menyambangi dengan tantangan melalui candanya.

“Oh iya… dong Mas…Barbie selalu tertib berkendaraan dan tertib dalam bekerja, amit-amit deh jadi pegawai Barbar…” Sahut Susi kembali.

Lingkungan kerja mereka nampak kondusif, rukun, kompak dan bersahaja dalam bekerja. Warna dilingkungan kerjanya tidak sedikit terinfluensi oleh tingkah laku mereka yang biasa tertib dijalan. Kebiasaan baik tertib dijalan ini tercermin pada pola kerjanya. Nampaknya perilaku Barbie dan Barbar dijalan berbanding lurus dengan perilaku di dunia kerjanya, sebuah alternatif pilihan hidup yang bijak telah mereka ajarkan bagaimana dalam memilih kehidupan yang terbaik.

––––•(-••-)•––––

Malam ini Parjo mengajak Istrinya menyatap bubur ayam yang berada tak jauh dari rumahnya. Bubur ayam yang hanya dijual  pada malam hari ini sangat ramai pengunjungnya. Banyaknya penikmat bubur ayam malam ini  membuat tak sedikit pelanggan tak kebagian tempat duduk untuk mengantri menikmati menu sajiannya ditempat, hingga akhirnya seringkali harus membungkusnya.

Tapi malam ini Parjo dan Istrinya sedang beruntung, mereka  mendapat bagian tempat duduk,  kursi kayu panjang khas tempat duduk sederhananya, bak kursi parlemen yang diperebutkan banyak orang.

Kini dihadapannya sudah tersaji lengkap dan mereka siap menyantap bubur ayam yang dipesannya. Duduk didepannya tiga orang pria berperawakan tegap, satu dari Mereka menggunakan tongkat penyanggah, untuk kakinya yang terlihat cacat.

Parjo dan Istrinya sangat menikmati bubur ayam malam kesukaannya, ditengah asiknya menyantap bubur ayam, terdengar  pembicaraan santai ketiga pria tegap tersebut yang  hinggap ditelinga Parjo.

“ Aku telah bersumpah untuk dirinku sendiri, tidak akan lagi menilang pengendara…” Salah satu pria tegap yang memegang tongkat penyanggah itu berkata.

“Kenapa toh Dan….” Tanya pria temannya.

“Semenjak Aku disumpahi oleh pengendara yang Aku tilang, Aku seperti kena tuahnya. Uang yang saat itu Aku dapat sebesar lima belas ribu rupiah, telah menjadi seratus lima puluh juta rupiah untuk berobat atas penyakitku…” Pria itu mencoba menarik perhatian kepada kedua rekannya dengan nada serius,  Dia menceritakan segala hal ikhwal musibah hingga ia menderita cacat seperti  itu.

Parjo yang tadinya santai menikmati bubur ayamnya, tiba-tiba tersendak hingga batuk. Sontak istrinya kaget, dan membersihkan makanan yang tersembur keluar. Bukan tanpa sebab Parjo menyemburkan makanannya, tetapi karena terlalu serius mendengarkan obrolan ketiga pria tersebut.
Setelah selesai menikmati bubur ayam malam Parjo bergegas pulang, Dia nampaknya sudah tak sabar untuk sampai dirumah. Parjo ingin menjelaskan kepada Istrinya kenapa Dia bisa tersendak dan menyemburkan makanannya.

“Bun…Aku tersendak saat makan bubur tadi bukan tanpa sebab…tapi Aku terlalu dalam mendengar cerita orang itu, Aku menduga mereka adalah Polisi…” Parjo membuka pembicaraan kepada istrinya.

“Emang Kamu kenal Mereka….dan apa hubungannya Kamu dengan Mereka…sampai Kamu tersendak..” Tanya Istrinya penuh rasa penasaran.


“ Aku tak kenal Mereka…tapi tadi ditempat kerjaku, Aku baru saja membahas bersama temanku tentang  masalah perilaku Polisi yang turut andil dalam menciptakan kesemerawutan berlalu lintas dijalan…”

Parjo mengulas dan menceritakan panjang lebar pembicaraan dengan rekan kerjanya. Dengan detail Ia menjabarkan gagasannya membangun sebuah konsep tertib berlalulintas, meski kapasitas dirinya bukanlah orang yang berkompetensi dalam melakukan perubahan tersebut. Dia berpendapat bahwa komplesikfitas masalah berlalu lintas semua yang ada didalamnya, baik pengendara maupun Polisi selaku penegak hukum, semua memegang kendali dan andil terhadap terciptanya ketertiban dan sekaligus kesemerawutan berlalulintas.

Perilaku oknum Polisi yang terkesan arogan juga memberi kontribusi yang tidak kecil, dalam memicu protes diri terhadap pelanggaran berlalu lintas, bahkan sumpah serapah seperti menjelma menjadi hukum karma bagi pelanggarnya pun menjadi sebuah keniscayaan. Parjo malam itu begitu bersemangat  berorasi bak seorang dosen meski hanya didepan satu mahasiswi kesanyangannya.

“Bila sudah begini…bagaimana dan darimana kita memulai menciptakan ketertiban berlalulintas bun….?” Tanya Parjo memancing intelejensia Istrinya.

“Benar seperti kamu jelaskan tadi, semua bisa bila dimulai, dari diri sendiri….”

“Benar sekali kamu Bun….tanpa ada kemauan diri dan datang dari kesadaran diri sendiri, tak akan pernah tercipta ketertiban berlalulintas….”

Sudah terlalu banyak korban berjatuhan sebagai dampak dari ketidak disiplinan dalam berkendaraan, bukan saja dari pengendara bermotor saja, tetapi juga para pejalan kaki pengguna  jalan raya tersebut pun sering kali menjadi korban dari kelalaian dan ketidak disiplian para pengendara, belum lagi dari pihak kepolisian yang juga sering  menjadi korban kekerasan dan kelalaian pengendara.

Kesadaran yang terbangun dari diri untuk mau mentaati setiap peraturan berlalulintas adalah modal pertama untuk terciptanya ketertiban berlalulintas, selanjutnya penegakkan hukum dari aparatur penegak hukum, dimana Polisi adalah ornamen pertama dalam penegakan huklum tersebut, haruslah berangat dari diri individu masing-masing juga, guna menghindari dari perilaku arogan dan lupa hak dan kewajibanhya menegakkan hukum, sehingga tidak memicu terjadinya pembangkangan sosial yang dilakukan pelanggar tertib lalulintas, dengan cara sengaja mengekspresikan diri melanggar peraturan tersebut yang pada akhirnya juga mencelakaan banyak pihak.

Parjo menutup pembicaraan seriusnya bersama  Istri tercinta itu dengan keseriusan dan tekad yang kuat bahwa dari mereka bisa merubah segalanya, semoga tercipta Parjo dan Istrinya serta Susi yang lain dalam menciptakan ketertiban dijalan dan dalam berlaulintas. Diakhir pembicaraan Parjo menutup sebuah joke kepada Istrinya.

“Aku jadi teringat Susi membuat selembar kertas bertulisan, ‘BABAR VS BARBIE’ yang ditempelkan di filing kabinbentnya…”

“Untuk apa itu Mas…”

“Dia berkampanye tertib berlalulintas dikantornya…”

“Kenapa ngga dijalan raya aja, biar para pengendara dan Polisi tahu kampanyenya…”

“Aku sudah bilang pada dia…Kalo aja ada kontes Miss Tertib Lalulintas, saya akan usulkan Dia menjadi salah satu kandidatnya…”

Tawa renyah keduanya membelah malam yang semaking pekat, sebuah kesepakatan telah terbangun dari keluarga kecil nan sederhana menuangkan sebuah gagasan tertib berlalulintas, meski mereka bukan decision maker dan tak berkompetensi didalmnya, namun kontribusi mereka sangatlah besar sekali, dan mengisnpirasi banyak orang.





0 komentar:

Posting Komentar

Safety first-BARBAR VS BARBIE-Mohamad Rowi

| |

BARBAR VS BARBIE

Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen ‘Tertib, Aman, dan Selamat Bersepeda Motor di Jalan.’ #SafetyFirst Diselenggarakan oleh Yayasan Astra-Hoda Motor dan Nulisbuku.com

Matanya nanar, mulutnya sedikit dimonyong-moyongkan, dan dengan wajah masam Parjo mengerutu sendiri, setiap kali melintas di trafic light. Sesekali emosinya membuncah terhadap para pengendara yang menyerobot garis zebra cross. Sarana yang sedianya digunakan untuk para penyeberang jalan itu nyaris tak terlihat garis-garisnya, karena tertutup rapat oleh para pengendara.

“Barbar !!!  Dasar wong gemblung!!! Ora bisa tertib….” Sambil menyeberang jalan, celotehnya dilemparkan kepada para pengendara yang mengabaikan tanpa mengedepankan adab berkendaraan dan tata tertib berlalulintas.

Pemandangan ini menjadi hiasan mata yang tak sedap dan tak diinginkan bagi Parjo yang sehari-harinya  menggunakan moda transportasi communter line, selanjutnya berjalan kaki dari stasiun dengan menyeberangi beberapa zebra cross untuk mengapai  tempat kerjanya. Parjo tidak bernasib sendiri,  hampir setiap pejalan kaki yang ingin menyeberangi melalui zebra cross, selalu senasib dengannya.

Lain ceritanya dengan Susi, yang setiap hari mengendarai Motor Matic, pergi dan pulang ketempat kerjanya,  kendaraan itu menjadi teman hidup dalam keselamatan dijalan. Susi dan Parjo adalah dua insan berbeda dalam menggunakan moda transportasi, tapi satu tujuan dalam mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya, mereka berada dalam satu atap diperusahaan BUMN  tempat mereka bekerja.

Sebagai kuli pemerintah yang telah mengabdi puluhan tahun mereka tak bosan-bosannya menyoal masalah kesemerawutan kendaraan dijalan. Meski bukan kapasitas mereka mengupas permasalahan dijalan yang semakin hari semakin kusut. Tetapi karena kepedulian mereka terhadap keselamatan bagi semua pengendara itu yang mendorong mereka sering sharing sesama teman sekerja, membicarakan permasalahan lalulintas, layaknya seorang ahli transportasi jebolan perguruan tinggi keren.

“Sus enaknya tuh di apakan yah, kalo pengendara menutup zebra cross…? Mereka seenaknya sendiri,  berhenti di garis zebra cross, itukan mengganggu dan merampas hak pengguna jalan, khusunya para pejalan kaki…seperti aku….” Parjo memulai pembicaraannya dengan Susi di pagi hari saat  meja kerja mereka belum terisi dengan tumpukkan lembar kerja.

“Kalo aku jadi Polisi Mas… Sudah aku tilangin semua, ngga peduli mau ada program operasi zebra ataupun tidak… pokoke kaga ada ampun buat mereka…”  Susi bersemangat menimpali celoteh Parjo yang memancing semangat pagi itu.

“Lah…Sampean  sendiri kalo pas berada di trafic light, berhentinya dimana…?” Parjo menyentil dengan celotean konyol.

“Mas…Aku sadar diri, aku ini kan wanita cantik seperti Barbie, masa sih orang secantik Aku mau berhenti ditempat yang mengganggu pengguna jalan yang lain…”Sahut Susi sambil memuji diri.

Owh…. Sampean cantik kaya Barbie toh…”

“Ya..iya..lah…Barbie itu punya adab Mas, kalo Mereka itu Barbar, alias pengendara yang engga punya adab…”

“Harusnya tuh para pengendara Barbar itu ditilang lalu diberi pengarahan yang jelas akan keselamatan berkendaraan, Polisi punya tanggungjawab terhadap tugasnya, yang ngga Cuma mengatur lalulintas, tapi lebih dari itu, menyadarkan para pengendara Barbar itu Mas…”
“Masalahnya pelaku pelanggaran alias pengendara Barbar itu jumlahnya tidak sedikit loh jeung…”

Belum usai pembicaraan mereka yang mulai memanas, setumpuk agenda kerja sudah datang dari rekan kerja yang lain, sehingga pembicaran hangat tersebut terputus.

“Oke deh Mas…nanti kita sambung lagi…kerjaanku numpuk banget hari ini…” Tutup Susi menyudahi pembicaraannya.

“Ok!! Barbie…inget yah, tertib dijalan biasanya juga tertib dalam bekerja…”Parjo menyambangi dengan tantangan melalui candanya.

“Oh iya… dong Mas…Barbie selalu tertib berkendaraan dan tertib dalam bekerja, amit-amit deh jadi pegawai Barbar…” Sahut Susi kembali.

Lingkungan kerja mereka nampak kondusif, rukun, kompak dan bersahaja dalam bekerja. Warna dilingkungan kerjanya tidak sedikit terinfluensi oleh tingkah laku mereka yang biasa tertib dijalan. Kebiasaan baik tertib dijalan ini tercermin pada pola kerjanya. Nampaknya perilaku Barbie dan Barbar dijalan berbanding lurus dengan perilaku di dunia kerjanya, sebuah alternatif pilihan hidup yang bijak telah mereka ajarkan bagaimana dalam memilih kehidupan yang terbaik.

––––•(-••-)•––––

Malam ini Parjo mengajak Istrinya menyatap bubur ayam yang berada tak jauh dari rumahnya. Bubur ayam yang hanya dijual  pada malam hari ini sangat ramai pengunjungnya. Banyaknya penikmat bubur ayam malam ini  membuat tak sedikit pelanggan tak kebagian tempat duduk untuk mengantri menikmati menu sajiannya ditempat, hingga akhirnya seringkali harus membungkusnya.

Tapi malam ini Parjo dan Istrinya sedang beruntung, mereka  mendapat bagian tempat duduk,  kursi kayu panjang khas tempat duduk sederhananya, bak kursi parlemen yang diperebutkan banyak orang.

Kini dihadapannya sudah tersaji lengkap dan mereka siap menyantap bubur ayam yang dipesannya. Duduk didepannya tiga orang pria berperawakan tegap, satu dari Mereka menggunakan tongkat penyanggah, untuk kakinya yang terlihat cacat.

Parjo dan Istrinya sangat menikmati bubur ayam malam kesukaannya, ditengah asiknya menyantap bubur ayam, terdengar  pembicaraan santai ketiga pria tegap tersebut yang  hinggap ditelinga Parjo.

“ Aku telah bersumpah untuk dirinku sendiri, tidak akan lagi menilang pengendara…” Salah satu pria tegap yang memegang tongkat penyanggah itu berkata.

“Kenapa toh Dan….” Tanya pria temannya.

“Semenjak Aku disumpahi oleh pengendara yang Aku tilang, Aku seperti kena tuahnya. Uang yang saat itu Aku dapat sebesar lima belas ribu rupiah, telah menjadi seratus lima puluh juta rupiah untuk berobat atas penyakitku…” Pria itu mencoba menarik perhatian kepada kedua rekannya dengan nada serius,  Dia menceritakan segala hal ikhwal musibah hingga ia menderita cacat seperti  itu.

Parjo yang tadinya santai menikmati bubur ayamnya, tiba-tiba tersendak hingga batuk. Sontak istrinya kaget, dan membersihkan makanan yang tersembur keluar. Bukan tanpa sebab Parjo menyemburkan makanannya, tetapi karena terlalu serius mendengarkan obrolan ketiga pria tersebut.
Setelah selesai menikmati bubur ayam malam Parjo bergegas pulang, Dia nampaknya sudah tak sabar untuk sampai dirumah. Parjo ingin menjelaskan kepada Istrinya kenapa Dia bisa tersendak dan menyemburkan makanannya.

“Bun…Aku tersendak saat makan bubur tadi bukan tanpa sebab…tapi Aku terlalu dalam mendengar cerita orang itu, Aku menduga mereka adalah Polisi…” Parjo membuka pembicaraan kepada istrinya.

“Emang Kamu kenal Mereka….dan apa hubungannya Kamu dengan Mereka…sampai Kamu tersendak..” Tanya Istrinya penuh rasa penasaran.


“ Aku tak kenal Mereka…tapi tadi ditempat kerjaku, Aku baru saja membahas bersama temanku tentang  masalah perilaku Polisi yang turut andil dalam menciptakan kesemerawutan berlalu lintas dijalan…”

Parjo mengulas dan menceritakan panjang lebar pembicaraan dengan rekan kerjanya. Dengan detail Ia menjabarkan gagasannya membangun sebuah konsep tertib berlalulintas, meski kapasitas dirinya bukanlah orang yang berkompetensi dalam melakukan perubahan tersebut. Dia berpendapat bahwa komplesikfitas masalah berlalu lintas semua yang ada didalamnya, baik pengendara maupun Polisi selaku penegak hukum, semua memegang kendali dan andil terhadap terciptanya ketertiban dan sekaligus kesemerawutan berlalulintas.

Perilaku oknum Polisi yang terkesan arogan juga memberi kontribusi yang tidak kecil, dalam memicu protes diri terhadap pelanggaran berlalu lintas, bahkan sumpah serapah seperti menjelma menjadi hukum karma bagi pelanggarnya pun menjadi sebuah keniscayaan. Parjo malam itu begitu bersemangat  berorasi bak seorang dosen meski hanya didepan satu mahasiswi kesanyangannya.

“Bila sudah begini…bagaimana dan darimana kita memulai menciptakan ketertiban berlalulintas bun….?” Tanya Parjo memancing intelejensia Istrinya.

“Benar seperti kamu jelaskan tadi, semua bisa bila dimulai, dari diri sendiri….”

“Benar sekali kamu Bun….tanpa ada kemauan diri dan datang dari kesadaran diri sendiri, tak akan pernah tercipta ketertiban berlalulintas….”

Sudah terlalu banyak korban berjatuhan sebagai dampak dari ketidak disiplinan dalam berkendaraan, bukan saja dari pengendara bermotor saja, tetapi juga para pejalan kaki pengguna  jalan raya tersebut pun sering kali menjadi korban dari kelalaian dan ketidak disiplian para pengendara, belum lagi dari pihak kepolisian yang juga sering  menjadi korban kekerasan dan kelalaian pengendara.

Kesadaran yang terbangun dari diri untuk mau mentaati setiap peraturan berlalulintas adalah modal pertama untuk terciptanya ketertiban berlalulintas, selanjutnya penegakkan hukum dari aparatur penegak hukum, dimana Polisi adalah ornamen pertama dalam penegakan huklum tersebut, haruslah berangat dari diri individu masing-masing juga, guna menghindari dari perilaku arogan dan lupa hak dan kewajibanhya menegakkan hukum, sehingga tidak memicu terjadinya pembangkangan sosial yang dilakukan pelanggar tertib lalulintas, dengan cara sengaja mengekspresikan diri melanggar peraturan tersebut yang pada akhirnya juga mencelakaan banyak pihak.

Parjo menutup pembicaraan seriusnya bersama  Istri tercinta itu dengan keseriusan dan tekad yang kuat bahwa dari mereka bisa merubah segalanya, semoga tercipta Parjo dan Istrinya serta Susi yang lain dalam menciptakan ketertiban dijalan dan dalam berlaulintas. Diakhir pembicaraan Parjo menutup sebuah joke kepada Istrinya.

“Aku jadi teringat Susi membuat selembar kertas bertulisan, ‘BABAR VS BARBIE’ yang ditempelkan di filing kabinbentnya…”

“Untuk apa itu Mas…”

“Dia berkampanye tertib berlalulintas dikantornya…”

“Kenapa ngga dijalan raya aja, biar para pengendara dan Polisi tahu kampanyenya…”

“Aku sudah bilang pada dia…Kalo aja ada kontes Miss Tertib Lalulintas, saya akan usulkan Dia menjadi salah satu kandidatnya…”

Tawa renyah keduanya membelah malam yang semaking pekat, sebuah kesepakatan telah terbangun dari keluarga kecil nan sederhana menuangkan sebuah gagasan tertib berlalulintas, meski mereka bukan decision maker dan tak berkompetensi didalmnya, namun kontribusi mereka sangatlah besar sekali, dan mengisnpirasi banyak orang.





0 komentar:

Posting Komentar

.