UJIAN KENIKMATAN
K
|
etika terbiasa hidup serba dalam
kekurangan material, menjalani kehidupan itu sepertinya enteng-enteng saja.
Sepertinya semua telah menjadi maklum adanya. Begitupun nuansa ruhiyah dalam
mensikapi keimanan. Nampaknya berbanding lurus dengan ujian material ini,
artinya sama dan tak berbeda apa yang dirasa dan dialaminya. Ruhiyah yang miskin seolah
menjadi santapan kehidupan yang menjadi maklum adanya, nuansa permisif menjadi
hal yang lumrah. Tapi benarkah hal itu semua, dan harus dipertahankan ketika
Allah memberikan sedikit kelebihan sesudahnya akan kenikmatan kehidupan
ruhiyah, nuansa permisif masih harus
dipertahankan.
Disinilah benang merah sebuah
perubahan yang harusnya lebih cermat untuk disikapi. Kebiasaan hidup dengan
segala permisif bukanlah hal yang harus terus dipertahankan. Saatnya harus
diubah maindset tersebut menjadi kehidupan yang lebih progresif dalam menjalani
kehidupan ruhiyah, sebagai perimbangan akan nikmat Allah yang telah bertambah.
Kelalaian akan mensikapi penambahan
yang telah Allah berikan ini akan menjadi bumerang dan sekali gus menjadi alat
aborsi do’a sebagaimana yang selalu dan sering diminta agar mendapatkan
kehidupan yang lebih baik.
Idealnya keberanian pengambilan
sikap akan perubahan yang telah terjadi didalam diri adalah prioritas utama
dalam menjalani hidup selanjutnya. Tidak ada lagi pembenar akan permisifitas
kehidupan sebelumnya untuk terus dipertahankan.
Sikap primitif permisifitas
tersebut adalah barang kuno yang harus dibuang jauh-jauh dari kehidupan yang
modern saat ini. Alur hidup sekarang telah mengajakanya pada sebuah keterbukaan
yang lebih luas dengan dengan cakrawala yang telah dibekali Allah. Haruslah
disikapi dengan perimbangan yang sepadan.
Kegagalan kehidupan dalam
perimbangan inilah yang sering menjadi momok pahit dalam kehidupan, kegagalan
beruntun seolah tak berujung, menjadi mimpi buruk disiang hari, yang seharusnya
bergerak lebih cepat dan dinamis tapi masih jalan ditempat mengurusi hal-hal
yang tak seharusnya dipertahankan.
Allah maha bijak dan maha sayang
terhadap hambanya yang benar-benar tulus menginginkan sebuah perubahan besar.
Tak ada yang dapat memberi sesuatu yang telah Allah tahan, dan tak ada yang
dapat menahan sesuatu apa Allah beri, DIA berkehendak memberikan sesuatu pada
hamba yang dikendakinya. Tapi ingat pemberian yang dikehendaki itu tidaklah
sembarang ia berikan, ada sebuah proses panjang yang menajdi para meter
kepantasan pemberian itu DIA berikan.
Bermimpi berjumpa dengan
Rosulullah adalah impian setiap manusia, setiap manusia berharap bisa melihat
Rosulnya. Beruntung bagi mereka yang telah hidup dizamannya, tapi bagi yang
hidup dizaman sekarang sebuah keniscayaan bila dan hal mustahil bila bisa
berjumpa dengannya.
Melalui sarana mimpi itu Allah
menjembataninya, dan diperkuat oleh dalil hadis yang membenarkannya akan mimpi
berjumpa dengan Rosulullah. Maka sebuah karunia yang teramat besar bila diberi
kenikmatan berkesempatan berjumpa dengan Rosulullah meski hanya dalam mimpi.
Kembali kepada pimikiran semua
diatas, kini yang harus disiapkan adalah sikap perubahan mental dan fisik dalam
mensikapi perubahan tersebut, sebuah perubahan nikmat Allah yang besar, yang tidak semua orang diberi
kenikmatan besar itu.
Kini saatnya menjaga nikmat besar
tersebut dengan kesyukuran yang teramat tinggi, agar terus bertambah nikmat
tersebut, dengan cara mensikapinya secara benar dan postif dengan dasar
keilmuan, dan keimanan serta mengikuti Rosul (Itiba).
Ketika perubahan sikap itu
terjadi, maka lihat saja ada keajaiban besar lagi yang akan terus mengiringinya sesudah kesyukuran itu
diekspresikan dengan benar. Akhirnya haya berserah diri dan istiqomah saja
dengan penuh sikap optimistik, menjadi kehidipan baru yang lebih mampan itu akan
terlaksana, Bismillah dengan namamu ya Allah kehidupan baru ini dimulai
sekrang.
0 komentar:
Posting Komentar